JAKARTA, iNewsSidoarjo.id – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengakui angka kasus perundungan (bullying) pada anak terus meningkat. Perundungan tidak hanya terjadi di dunia nyata namun juga terjadi di dunia madia sosial.
Perundungan dapat menggangu fisik maupun psikologi korban yang menjadi masa depan bangsa. Komisioner KPAI Kawiyan mengatakan perundungan yang terjadi sangat beragam, mulai sekadar meledek lewat pesan melalui alat komunikasi handphone hingga aksi kekerasan seperti menampar atau menendang.
"Perundungan sangat berdampak negatif pada anak yang menjadi korban, baik secara psikilogis maupun secara fisik," kata Kawiyan saat dikonfirmasi, dikutip dari okzone.com pada Minggu (1/10/2023).
Data yang dimiliki KPAI, kasus perundungan terhadap anak masih sangat tinggi. Meski tidak menjelaskan detail angkanya, Kawiyan mengatakan anak korban cyberbullying dan pornografi masih jadi 3 besar.
"Jumlah kasus cyberbullying terus meningkat seiring dengan banyaknya anak-anak yang tersambung dengan internet dan menggunakan alat komuniasi," tambahnya.
Faktor-faktor penyebab perundungan seperti lingkungan rumah, teman bermain, lingkungan sekolah dan media sosial yang merupakan sumber informasi anak-anak.
Masalah perundungan diatur dalam Pasal 80 ayat (1) Jo Pasal 76C UU Perlindungan Anak dengan ancaman pidan 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000 dan Pasal 345 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
"Dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, penyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak," jelasnya.
Jika pelaku perundungan dilakukan oleh anak di bawah 14 tahun, maka diberlakukan sesuai dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Anak berusia 14 tahun melakukan tindak pidana, maka anak tersebut disebut dengan ABH yaitu Anak yang Berhadapan dengan Hukum.
"ABH, sesuai dengan pasal 59 UU Perlindungan Anak, harus mendapatkan perlindungan khusus. Misalnya penanganan kasusnya cepat, mendapatkan rehabilitasi psikis, fisik dan sosial, pendampingan psikosisoal sampai pemulihan, pemberian pendampingan pada setiap proses peradilan," jelasnya.
Selain itu, sesuai pasal 64, ABH harus diperlakukan secara manusiawi, dipisahkan dari pelaku orang dewasa, pemberian bantuan hukum, tidak dipublikasikan identitasnya, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. iNewsSidoarjo
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan
Artikel Terkait