MALANG, iNewsSidoarjo.id - Perjuangan arek – arek Malang dalam mempertahankan kemerdekaan tak hanya dilakukan oleh kaum pria. Para wanita juga turut berjuang dengan cara tersendiri ketika masa Agresi Militer II Belanda antara tahun 1948 – 1949, termasuk ‘emak – emak’ di Malang.
Pemerhati sejarah Malang, Eko Irawan menuturkan, para perempuan ini memiliki tugas khusus sebagai penghubung pasukan pejuang antar wilayah.
Mereka mengirimkan ‘surat rahasia’ dari pasukan satu di wilayah ke pasukan lainnya pada wilayah yang berbeda.
“Para perempuan itu ngirim surat ke pasukan lain, biasanya mereka bergerak estafet dari Peniwen ke markas komando Sumbersari sini, sampai ke Singosari dan Lawang. Kebetulan kita menelusuri markas pejuang wanitanya belum ketemu sampai hari ini,” ucap Eko Irawan, Dikutip dari okzone.com pada Rabu (30/8/2023).
Pasukan perempuan ini dikoordinir oleh satu perempuan hebat bernama Soeprapti. Namanya mungkin jarang terdengar di kalangan masyarakat awam.
Tetapi perannya di lapangan dengan para perempuan lain cukup signifikan untuk melakukan taktik perang gerilya para pejuang Indonesia.
Mengingat surat yang disampaikan antar pasukan antar wilayah mengenai perubahan strategi, pergerakan pasukan, hingga rencana penyerangan ke daerah – daerah yang dikuasai oleh Belanda.
“(Pasukan perempuan khusus ini) Bergerak sampai ke Lawang, isinya pesan-pesan misalnya hari ini ada pergerakan pasukan ke mana, rencana penyerangan, perpindahan markas. Jadi ibu ini yang nyamar sebagai pedagang, padahal ibu-ibu ini adalah ibu-ibu pejuang. Jadi namanya Ibu Soeprapti kalau di Malang, itu ketuanya,” paparnya.
Menariknya untuk mengelabui Belanda dan pemeriksaan tentara sekutu lainnya di sepanjang jalan, mereka menempatkan surat rahasia ini di bagian paling sensitif perempuan yakni pantat.
Maka saat itu ada sebutan surat pantat yang dikirimkan secara rahasia. Para perempuan ini bergerak secara estafet dari markas di bagian selatan Peniwen, yang kini masuk Kromengan, Malang selatan ke tempat lain.Mereka terus bergerak satu tempat berganti tempat lain, hingga menuju tujuan surat itu ke markas paling utara pejuang di wilayah Lawang.
“Mengapa ditaruh pantat perempuan, waktu itu ada istilahnya surat pantat, karena untuk menghindari pemeriksaan tentara Belanda. Belanda memeriksa kan nggak sampai mungkin ke kayak ibu-ibu di pantat. Makanya istilahnya surat pantat. Sifatnya sangat-sangat rahasia dan disimpan dalam organ sensitifnya perempuan,” jelasnya.
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan
Artikel Terkait