Lapas Porong Luncurkan Tahu Nigarin, Makanan Organik Berteknologi Jepang Buatan Warga Binaan
SIDOARJO, iNewsSidoarjo.id – Inovasi unik lahir dari balik tembok Lapas Kelas I Surabaya (Lapas Porong).
Para warga binaan kini memproduksi Tahu Nigarin, tahu organik berteknologi Jepang yang bukan hanya sehat, tetapi juga menjadi simbol kemandirian dan pemberdayaan mereka. Produk ini bahkan sudah punya pelanggan tetap, termasuk salah satu rumah sakit di Surabaya.
Kalapas Kelas I Surabaya, Sohibur Rachman mengungkapkan, Tahu Nigarin dibuat menggunakan nigarin, cairan mineral alami hasil pengendapan garam laut yang kaya magnesium klorida dan mineral laut lainnya. “Tahu Nigarin adalah tahu sehat organik yang diproses tanpa cuka dan tanpa bahan kimia. Kami menggunakan nigarin, koagulan alami yang membuat tahu lebih padat, kenyal, serta kaya mineral,” ujar Sohibur, Kamis (4/12).
Ia menegaskan, produksi ini menjadi bagian dari komitmen Lapas Porong dalam mewujudkan program Asta Cita Presiden Republik Indonesia, terutama kemandirian pangan dan peningkatan kualitas SDM warga binaan. “Produksi Tahu Nigarin ini merupakan komitmen kami untuk mewujudkan Asta Cita Bapak Presiden Prabowo Subianto. Kami mendampingi warga binaan agar mandiri melalui swasembada pangan dan ekonomi kreatif,” tegasnya.
Menurut Sohibur, kandungan mineral Tahu Nigarin jauh lebih tinggi dibanding tahu konvensional. Kandungan magnesium mencapai 0,091 mg/100 g (tahu biasa 0,054 mg), kalsium 0,21 mg/100 g (tahu biasa 0,16 mg), vitamin B12 sebesar 4,56 mg/100 g (tahu biasa 1,02 mg), dan isoflavon 3,11 mg/100 g (tahu biasa 0,88 mg). “Tahu ini lebih sehat dan ramah lingkungan. Limbahnya pun bisa diolah kembali,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kegiatan Kerja Lapas Kelas I Surabaya, Rudi Hartono, menyampaikan bahwa produksi dilakukan oleh empat warga binaan yang bekerja secara bergiliran. “Alhamdulillah, empat warga binaan mampu menghasilkan hingga 100 bungkus per hari. Harganya terjangkau, satu bungkus isi tiga tahu hanya Rp 10 ribu, dan untuk partai besar Rp 8 ribu,” jelas Rudi.
Setiap bungkus berisi tiga potong tahu berukuran 5x6 sentimeter dengan berat total sekitar 350 gram. Rudi menyebut, produk ini kini mulai diminati konsumen. "Selain masyarakat umum, salah satu pelanggan tetap kami adalah rumah sakit di Surabaya,” ungkapnya.
Ia juga memaparkan proses pembuatannya secara detail. Kedelai organik impor dicuci dan direndam 4–5 jam, kemudian digiling untuk memisahkan filtrat dan ampas.
Filtrat kedelai dimasak hingga suhu 100 derajat celcius sebelum ditambahkan 160–200 ml nigarin untuk membentuk gumpalan protein. “Gumpalan tersebut kemudian dicetak, diberi pemberat, lalu didinginkan hingga siap dipotong,” tuturnya.
Menariknya, seluruh limbah produksi dapat dimanfaatkan kembali. “Ampasnya bisa dibuat perkedel, tempe menjes, bahkan pakan ternak. Air perasannya dapat digunakan untuk minuman kesehatan, biogas, atau pupuk cair,” tandasnya.
Editor : Aini Arifin