Fakta Baru Terkuak, Pengelolaan Rusunawa Tambaksawah Waru Ternyata Tak Jelas Sejak Awal
SIDOARJO, iNewsSidoarjo.id – Persidangan dugaan korupsi pengelolaan Rusunawa Tambaksawah kembali menghangat setelah sejumlah saksi mengungkap adanya tumpang tindih kewenangan sejak awal berdirinya aset tersebut.
Fakta baru yang terungkap di Pengadilan Tipikor Surabaya, Sedati, Senin (1/12) sore, membuka simpul persoalan yang selama ini samar, siapa sebenarnya pihak yang bertanggung jawab penuh atas pengelolaan rusunawa.
Saksi pertama, Kabid Aset BPKAD Sidoarjo M Djen Anis Pola, menegaskan bahwa secara administratif, rusunawa merupakan milik Pemkab Sidoarjo meski berdiri di atas tanah milik Pemerintah Desa Tambaksawah. “Aset rusunawa itu tercatat milik Pemkab Sidoarjo, meskipun tanahnya milik desa. Saya hanya tahu sempat ada perjanjian desa dan pemkab dalam pengelolaannya. Tapi siapa yang menandatangani, saya tidak tahu. Yang pasti waktu itu melibatkan bupati lama," ujarnya.
Keterangan ini memunculkan dugaan awal adanya celah administratif yang memungkinkan ketidakteraturan pengelolaan selama bertahun-tahun. Saksi berikutnya, Sekretaris Desa Tambaksawah Qomari, justru memberikan perspektif berbeda.
Ia menyatakan bahwa pemerintah desa memang sejak awal menerima mandat pengelolaan rusunawa dari Pemkab. “Rusunawa itu selesai dibangun tahun 2007. Saat itu saya masih kaur ekonomi dan pembangunan. Yang jelas, ada MoU antara bapak bupati dengan Kades Tambaksawah yang lama. Sejak itu pengelolaan langsung diserahkan kepada desa," tuturnya.
Penjelasan Qomari menegaskan bahwa hubungan administratif desa–pemkab adalah dasar pengelolaan sejak 2007. Empat mantan Kepala Dinas Perkim CKTR Sidoarjo didakwa lalai sehingga pengelolaan rusunawa merugikan negara hingga Rp 9,7 miliar.
Mereka adalah, Sulaksono (Kepala Dinas 2007–2012, 2017–2021), Dwijo Prawiro (2012–2014), Agoes Boedi Tjahjono (2015–2017) dan Heri Soesanto (Plt 2022). Namun, pihak terdakwa membantah bahwa keempat kepala dinas memiliki kewenangan dalam perjanjian kerja sama tersebut.
Penasihat hukum Agoes Boedi Tjahjono, Descha Govindha, menegaskan bahwa keputusan penggunaan aset daerah sepenuhnya merupakan domain bupati. “Tidak ada keterlibatan langsung dari keempat terdakwa. Bahkan mantan Bupati Sidoarjo saat itu, Pak Win Hendarso, yang menandatangani. Sesuai Permendagri Nomor 19 Tahun 2016, keputusan penggunaan aset daerah adalah kewenangan bupati, bukan kepala dinas," tegas Descha.
Sidang akan kembali digelar pada Senin, 8 Desember 2025, dengan agenda pemeriksaan saksi lanjutan. Fakta-fakta baru yang muncul kemungkinan akan semakin menentukan arah perkara yang telah menyita perhatian publik Sidoarjo tersebut.
Editor : Aini Arifin